9 Okt 2013

Subtansi Psikologi Ditinjau Dari Aspek Kepribadian dan Komunikasi

A.     Perasaan
Kerap kali kita melihat orang tampak gembira atau sedih. Gembira atau sedih ini adalah pernyataan-pernyataan perasaan. Perasaan itu menyatakan sesuatu tentang keadaan jiwa pada suatu saat. Ada rasa “suka dan tidak suka”.
Rasa suka adalah rasa yang menyenangkan : enak, ketenangan, keindahan, lezat, kebahagiaan dan sebagainya.  Rasa tidak suka adalah rasa yang tidak enak, tidak menyenangkan, dukacita, takut, khawatir, gelisah, kesedihan, kacau dan sebagainya.
Perasaan itu selalu bersifat perseorangan, selalu bersama-sama dengan gejala-gejala jiwa lainnya, seperti teringat sesuatu, frustasi, kecewa, bahagia dan lain lain. Perasaan biasanya menyatakan diri dengan tingkah laku dan dapat diselidiki dengan jalan ekstrospeksi dan introspeksi. Perasaan ada yang bersifat biologis dan rohaniyah. Perasaan biologis meliputi perasaan yang berhubungan dengan fungsi hidup jasmaniah (lapar, haus, letih, lesu dan lain-lain).
Perasaan rohaniyah meliputi ; perasaan intelek yang menyertai pekerjaan intelektual, perasaan estetis yang berhubungan dengan keindahan (termasuk hal-hal yang lucu), perasan etis yang berhubungan dengan perbuatan baik dan buruk, perasaan keagamaan yang berhubungan dengan peristiwa-peristiwa dimana kita ingat kepada Tuhan, perasan diri yang menyertai gambaran kita sendiri (positif dan negatif ; kompleks inferior/superior), perasaan sosial dalam hubungan kita dengan orang lain.
 
B.     Prasangka
Prasangka adalah predisposisi untuk memberikan penilaian yang diskriminatif terhadap pribadi atau kelompok tertentu. Menurut analisis transaksional, hal ini terjadi karena cara hidup yang kita peroleh dari pengalaman sejak kecil atau masa lalu menjadikan kita tidak dapat melihat keadaan sebenarnya dengan jelas.
Kita mempunyai harapan-harapan tertentu tentang orang lain –seringkali harapan yang bersifat negatif--, karena perbedaan jenis kelamin, suku bangsa, agama atau perbedaan kelompok. Harapan-harapan demikian seringkali tidak diajarkan terus terang pada kita, tetapi diangkat dari pengamatan kita terhadap prasangka mereka yang berpengaruh pada masa kecil kita.
Ketika saya melakukan/memimpin sebuah pelatihan (Up-grading), seorang peserta wanita meminta waktu untuk berbicara dengan saya pada hari ke 2. Ia kelihatan sangat kikuk dan mengatakan kepada saya, bahwa ia tidak tahu apa yang harus dikatakannya. Saya memberikan dorongan dan akhirnya ia mengatakan “saya merasa sangat malu ! ketika pertama kali anda masuk ruangan untuk memberikan materi, saya agak jengkel”. “Bayangkan, ketika saya memutuskan untuk ikut acara ini, saya akan dipimpin oleh seorang yang pemarah”, “akan tetapi saya merasa tertipu oleh prasangka saya, dan kini harus saya katakan kepada anda, bahwa anda adalah orang yang ramah dan suka humor dan materi yang anda berikan sangat berguna bagi saya”, “saya sangat malu karena waktu itu langsung mengira bahwa saya akan “ketakutan” dan tidak akan mendapatkan materi yang berguna, karena anda terlihat seperti seorang yang galak”.
Peserta wanita tersebut telah mempunyai prasangka yang bukan-bukan, tapi ia tidak bersikeras dengan prasangkanya, sehingga ia masih dapat berubah pandangan. Sayang sekali pada beberapa kasus, ada orang yang demikian kuat prasangkanya, sehingga tidak dapat mengubahnya, karena prasangka dapat mendistorsi persepsi kita tentang realita, maka prasangka merupakan hambatan yang besar dalam komunikasikita dengan orang lain. Menyadari prasangka kita sendiri biasanya sulit, karena kita selalu yakin akan kebenaran prasangka itu.
Adakalanya prasangka mampu membuat seseorang yang kurang percaya diri merasa lebih baik. Prasangka dapat membuat orang memandang rendah orang lain. Sesungguhnya hal demikian justru mempersulit upaya mengenali dan menghilangkan prasangka. Orang yang sangat dikuasai prasangka biasanya selalu merasa tidak aman dan bersifat kaku.
Mereka selalu mencoba mengatasi keraguan dan ketakutan mereka dengan merendahkan orang lain, melemparkan kesalahan pada orang lain, dan menganut faham yang dogmatis. Menyadari sifatnya tersebut, membuat kita tidak mudah marah terhadapnya. Orang yang demikian tidak akan menjadi baik bila dihadapi dengan sikap yang keras dan menuntut ; sebaiknya, mereka membutuhkan rasa aman dan tenang, sebelum mampu menghilangkan sikapnya yang kurang baik.
 
C.     Delusi
Delusi merupakan keyakinan semu yang sesungguhnya tidak benar, dan tidak dapat dikoreksi dengan pikiran sehat. Terdapat perbedaan antara delusi dengan kekeliruan yang adakalanya kita lakukan dalam menanggapi fakta-fakta, karena delusi ditimbulkan oleh berbagai perasaan negatif. Timbul delusi bila perasaan yang kuat mewarnai persepsi kita tentang dunia, diri kita atau orang lain. Mungkin kita masih ingat bagaimana seseorang merasa bahwa orang-orang menilai dirinya secara negatif.
Delusi menyudutkan kita untuk melakukan tindakan yang mengacaukan situasi. Kita bertindak berdasarkan persepsi salah yang membuat kita membayangkan respons negatif dari orang lain, karena itu mungkin sekali kita justru mendapat reaksi seperti yang dibayangkan sehingga menguatkan rasa takut kita.
 
D.    Atribusi
Kita semua mencoba memahami pengalaman-pengalaman kita, kemudian berupaya agar pengalaman-pengalaman tersebut bermakna, dan menafsirkannya. Atribusi, beberapa alasan yang kita gunakan untuk menerangkan pengalaman-pengalaman kita biasanya mengacu pada beberapa ciri khusus seseorang (dari kita sendiri dan orang lain) atau pada keadaan sekitarnya. Atribusi yang kita miliki membantu pembentukan khayalan kita yang terarah.
Tina mempunyai berat badan yang berlebihan. Ia takut orang tidak menyukainya, oleh karena itu ia menghindari pertemuan-pertemuan di masyarakat. Ia mengkambinghitamkan kegemukannya sebagai penyebab kesulitan-kesulitannya. Bila ia tidak mengurangi berat badannya, ia akan terus saja berkeyakinan bahwa semua masalah yang diambilnya dapat teratasi bila berat badannya turun.
 
E.     Disonansi Kognitif
Adakalanya pemahaman kita terganggu, sehingga menyulitkan kita. Kita juga merasakan disonansi kognitif bila sikap dan tingkah laku kita tidak serasi. Disonansi kognitif terjadi bila kehidupan psikologis kita tidak harmonis.
Eman adalah seorang perokok berat, ketika bermunculan himbauan-himbauan tentang bahaya merokok bagi kesehatan, ia selalu mengatakan akan berhenti merokok. Tetapi kenyataannya tidak, dan ia tidak lagi berbicara tentang rencana menghentikan kebiasaan tersebut. Tampaknya ia tetap menikmati kebiasaan merokoknya. Suatu saat bila ia didesak tentang hal itu, iapun mengatakan bahwa ia sesungguhnya tahu dan harus berhenti merokok, tapi hidupnya kini sangat tertekan, sehingga ia tidakdapat berhenti merokok sekarang ini.
Ini menunjukkan bagaimana terjadinya disonansi kognitif. Keadaan tersebut bagi kita sesungguhnya tidak enak. Bila terjadi disonansi, ada sesuatu yang harus dilepas, atau ada ketidaksesuaian antara suatu keyakinan dengan keyakinan-keyakinan atau sikap yang penting. Bersikeras mempertahankan kedua-duanya, akan terasa sangat menyiksa. Pikiran Eman yang pertama adalah berhenti merokok, tetapi ia tidak sanggup melakukannya. Kemudian ia mengabaikan peringatan tentang kesehatan (menganggap bahwa peringatan tersebut bukan ditujukan kepadanya) dan ia dapat terus merokok dengan santai. Ketika ia diberitahu untuk memperhatikan peringatan-peringatan ini, ia meyakinkan dirinya bahwa nanti ia akan berhenti merokok, ia menggunakan beberapa cara disonansi kognitif untuk mengatakan hal itu.
Dua cara lain untuk menghadapi disonansi adalah dengan reaksi “anggur yang masam” dan “Jeruk yang manis”. Kita mencoba meyakinkan diri bahwa sebenarnya kita tidak menginginkan apa yang tidak dapat kita peroleh, atau bahwa kita menyenangi sesuatu yang tidak kita kehendaki tetapi kita tidak dapat melepaskannya. Kita juga dapat mengatasinya dengan mengusahakan persesuaian pendapat tentang keyakinan tertentu yang penting untuk memperkuat keyakinan kita yang kurang kokoh.
 
F.      Gaya Interpersonal
Gaya interpersonal berkaitan dengan cara kita memperlakukan orang lain dan perlakuan orang lain terhadap diri kita sesuai dengan yang kita harapkan. Orang dewasa seperti halnya anak-anak, berbeda caranya berkomunikasi dengan orang lain. Ada orang yang hanya sedikit memberikan andil bagi orang lain, tetapi banyak sekali yang mengharapkan dari andil orang lain. Ada orang yang memanfaatkan kemarahan yang meluap-luap untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan atau membisu atau menarik diri bila keadaan dirasakannya tidak menyenangkan. Ada pula yang mencoba mempermainkan atau “memanfaatkan” orang lain dan adapula yang sangat menghargai orang lain dan memperlakukannya sebagaimana mereka ingin diperlakukan. Seperti halnya gaya moral, kita mengikuti suatu cara tertentu dalam menuju kematangan hubungan pergaulan.
 
G.    Tahap Impulsif
Tina mempertimbangkan masalah-masalah moral hanya pada saat-saat ia menemui kesulitan. Tampaknya ia tidak mengerti bahwa orang membutuhkan peraturan-peraturan mengenai perilaku dalam kehidupan  bersama. Baginya, suatu perbuatan yang tercela hanyalah perbuatan-perbuatan yang dapat dihukum, Tina hidup menurut impulsnya ; adakalanya ia mabuk-mabukan dan termasuk orang yang “bermurah hati” dalam kehidupan seksual.
Bila mengalami frustasi atau marah, Tina suka mengamuk. Ia memandang orang lain sebagai sumber masukan, dan menilai diri mereka dari seberapa banyak bantuan orang tersebut kepadanya. Dalam pandangannya yang terpusat pada diri sendiri itu, ia mengabaikan perasaan dan keinginan orang lain. Bila masalah interpersonal menjadi terlalu sulit, ia akan dengan serta merta melarikan diri dari keadaan, tidak berusaha memperbaiki dan mencarikan solusi dari permasalahan yang muncul tapi bahkan mengakhiri suatu hubungan interpersonal.

 Pengertian komunikais menurut Wolman :
1 Penyampaian perubahan energy dari datu tempat ke tempat yang lain sepertidalam system syaraf atau penyampaian gelombang-gelombang suara.
2 Penyampaian atau penerimaan signal atau pesan dari organism
3 Pesan yang disampaikan.
4 (Teori Komunikasi) Proses yang dilakukan oleh satu system untuk mempengaruhi system yang lain melalui pengaturan signal-signal yang disampaikan.
5 (K. Lewin) Pengaruh satu wilayah persona pada wilayah persona lainsehingga perubahan dalam satu wilayah menimbulkan perubahan yang berkaitan pada wilayah lain.
6 Pesan pasien kepada kepada pemberi terapi (dalam psikoterapi).

1.1              Ruang Lingkup Psikologi Komunikasi

Syaraf optik menyambungkan impuls-impuls ke otak. 10 sampai 14 juta sel saraf otak, disebut neuron, dirangsang oleh impuls-impuls yang datang. Terjadilah proses persepsi yang menakjubkan. Bagian luar neuron, dendrit, adalah penerima informasi. Soma mengolah informasi dan manggabungkannya. Axon adalah kabel miniaturyang menyampaikan informasi dari alat indera ke otak, otak ke otot, ataudari neuron sau\tu kepada yang lain. Diujung axon terdapatlah serangkaian knop (terminal knop) yang melanjutkan informasi itu. Psikologi menyebut proses ini komunikasi.

Psikologi menganalisa seluruh komponen yang terlibat dalam komunikasi pada diri komunikan, psikologi memberikan karakteristik manusia komunikan serta faktor-faktor internal maupun eksternal yang mempengaruhi perilaku komunikasinya. Pada komunikator, psikologi melacak sfiat-sifatnya dan bertanya: Apa yang menyebabkan satu sumber komunikasi berhasil dalam mempengaruhi orang lain, sementara sumber komunikasi yang lain tidak ?

Pada saat pesan sampai pada diri komunikator, psikologi melihat kedalam penerimaan pesan, menganalisa faktor-faktor personal dan situasionalyang mempengaruhinya, dan menjelas kan berbagai coralkomunikan ketika sendiri atau berkelompok.


1.2              Ciri Pendekatan Psikologi Komunikasi

Mempelajari komunikasi adalah sosiologi, filsafat, dan psikologi. Sosiologi mempelajari interaksi sosial. Interaksi social harus didahului dengan kontak dan komunikasi. Oleh karena itu setiap buku komunikasi harus menyinggung komunikasi. Dalam dunia modern teknologi komunikasi telah berkembang begitu rupa sehinggga tidak ada satu masyarakat modern yang mampu bertahan tanpa komunikasi.
Untuk memahami organisasi dan berfungsinya kelompok yang sekompleks masyarakat, kita perlu meneliti komunikasi pada seluruh tingkatannya. Salah satu tingkatannya, komunikasi massa, mengisyaratkan penggunaan alat-alat elektronis dan mekanis.ketika masyarakat modern tumbuh lebih bersar dan lebih kompleks, media tersebut makin diandalkan untuk mencapai tujutan kelompok tertententu seperti menyebarkan berita, menyajikan hiburan massa, menjual barang, mengarahkan kesepakatan politik, dan sebagainya. Para ahli psikologi sangat tertarik pada cara bagaimana berbagai corak masyarakat mengembengkan sistem komnunikasi massa tertentu untuk mencapai tujuan mereka.

Sosiologi mempelajari komunikasi dalam konteks interaksi sosial, dalam mencapai tujuan-tujuan kelompok. Seperti kutipan di atas melukiskan cirri khas pendekatan sosiologi.

Fisher menyebut empat ciri :
-          Sensory receptionof stimuli (penerimaan stimuli secara inderawi).
-          Internal mediation of stimuli (proses yang mengantarai stimulus dan renspon).
-          Prediction of response (prediksi respon).
-          Reinforment of responses (peneguhan respon).

Psikologi komunikasi melihat bagaimana renpons yang terjadi pada masa yang telah lewat dapat meramalkan respons yang akan datang.

Psikologi komunikasi adalah ilmu yang berusaha menguraikan meramalkan dan mengendalikan sifat mental dan behavioral dalam komunikasi (George A. Miller).

Psikologi social adalah usaha untuk memahami, menjelaskan, dan meramalkan bagaimana pikiran, perasaan dan tindakan individu dipengeruhi oleh apa yang dianggapnya pikiran, perasaan dan tindakan oranglain (yang kehadirannya boleh jadi sebenarnya, dibayangkan, atau disiratkan).

Satu pendekatan psikologi komunikasi lagi yang berbeda :
1.      Menyingkirkan semua sikap memihakdan semua usaha menilai secara normatif (mana yang benar, mana yang salah).
2.      Ketika merumuskan prinsip-prinsip umum, psikolog komunikasi harus menguraikan kejadian menjadi satuan-satuan kecil untuk dianalisis.
3.      Psikolog komunikasi berusaha memahami peristiwa komunikasi dengan memahami keadaan internal (internal state).
4.       
                                                                    
1.3              Penggunaan Psikologi Komunikasi

Komunikasi yang efektif menurut Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss menimbulkan lima hal :
1.      Pengertian
      Pengertian artinya penerimaan yang cermat dari isi stimuli seperti yang dimaksud oleh komunikator.

2.      Kesenangan
Komunikasi ini disebut komunikasi fatis, dimaksudkan untuk menimbulkan kesenangan. Komunikasi ini dapat membuat hangat, akrab, dan menyenangkan.
3.      Mempengaruhi sikap
Komunikasi persuasif memerlukan pemahaman tentang faktor –faktor pada diri komunikate. Persuasi didefinisikan sebagai “proses mempengaruhi pendapat, sikap, dan tindakan orang dengan menggunakan manipulasi psikologisehingga orang tersebut bertindak seperti atas kehendaknya sendiri”.
4.      Hubungan Sosial yang baik
Willliam Schutz (1996) merinci kehidupan sosial ini dalam tiga hal inclusion, control, affection. Kebutuhan sosial adalah kebutuhan untuk manumbuhkan dan mempertahankan hubungan yang memuaskandengan orang lain dalam hal interaksi dan asosiasi (inclusion), pengendalian kekuasaan (control), dan cinta serta kasih sayang (affection).
Secara singkat kita ingin bargabung dan berhubungan dengan orang lain, kita ingin mengendalikan dan dikendalikan, dan kita ingin mencintai dan dicintai. Kebutuhan sosial ini dapat dipenuhi dengan komunikasi interpersonal efektif.
5.      Tindakan
Persuasi juga ditujukan untuk melahirkan tindakan yang dikehendaki. Komunikasi untuk menimbulkan pengetian memang sukar, tetapi lebih sukar lagi mempengaruhi sikap.
Efektivitas komunikasi biasanya diukur dari tindakan nyata yang dilakukan kominkate.
Menimbulkan tindakan nyata memang indicator efektivitas yang paling penting. Karena untuk menimbulkan tindakan, kita harus berhasil lebih dahulu menanamkan pengertian, membentuk dan mengubah sikapatau menumbuhkan hubungan yang baik. Tindakan adalah  hasil kumulatif seluruh proses komunikasi. Cini bukan saja memerlukan pemahaman tentang selruh mekanisme psikologis yang terlibat dalam proses komunikasi, tetapi juga faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku manusia.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar